SUNDA itu adalah SU-NA-DA, DISTORSI Sejarah dalam Perjalanan Waktu

Kalimat “Sunda” dari kitab “Sastrajendra Hayuningrat” dibentuk oleh tiga suku kata yaitu SU-NA-DA yang artinya adalah “matahari", yang mengandung arti “Sejati-Api-Besar” atau “Api Besar yang Sejati atau bisa juga berarti Api Agung yang Abadi”.
SU-NA-DA
- SU = Sejati/ Abadi

- NA = Api

- DA = Besar/ Gede/ Luas/ Agung
Maksud dan maknanya adalah matahari atau “Sang Surya” ( Panon Poe/ Mata Poe/ Sang Hyang Manon ). Sedangkan kata “Sastrajendra Hayuningrat” (Su-Astra-Ajian-Ra-Hayu-ning-Ratu) memiliki arti sebagai berikut;

- Su = Sejati/ Abadi

- Astra = Sinar/ Penerang

- Ajian = Ajaran

- Ra = Matahari ( Sunda ), ( Greek ) Mesir

- Hayu = Selamat/ Baik/ Indah

- ning = dari

- Ratu = Penguasa (Maharaja)

Dengan demikian “Sastrajendra Hayuningrat” jika diartikan secara bebas adalah “Sinar Sejati Ajaran Matahari - Kebaikan dari Sang Ratu” atau “Penerang yang Abadi Ajaran Matahari - Kebaikan dari Sang Maharaja” atau boleh jadi maksudnya adalah “Sinar Ajaran Matahari Abadi atas Kebaikan dari Sang Penguasa/ Ratu/ Maharaja Nusantara”.

“Sunda” menurut saya sama sekali mungkin bukan nama etnis/ ras/ suku yang tinggal di pulau Jawa bagian barat dan bukan juga nama daerah, karena sesungguhnya “Sunda” adalah nama ajaran atau kepercayaan / kebudayaan tertua ( Ancient ), yang keberadaannya jauh sebelum ada jenis kepercayaan apapun yang dikenal sekarang, terpikir dari cerita cerita mitos atau legenda pewayangan yang dipelosok dunia ini saya yakin hampir mirip. Cerita Zeus , Barata Yuda, sampai dengan mitos The Lost Atlantis.

"Sunda” merupakan cikal-bakal ajaran tentang “cara hidup sebagai manusia beradab hingga mencapai puncak kemanusiaan yang tertinggi ( adi-luhung ). Selain itu Sunda juga yang mengawali lahirnya sistem pemerintahan dengan pola karatuan  ( kerajaan ) yang pertama di dunia, terkenal dengan konsep SITUMANG ( Rasi-Ratu-Rama-Hyang ) dengan perlambangan “anjing” ( tanda kesetiaan ).

Ajaran/ kepercayaan Sunda (Matahari) pada mulanya disampaikan oleh Sang Sri Rama Mahaguru Ratu Rasi Prabhu Shindu La-Hyang / Sang Hyang Tamblegmeneng ( bapak dari Da Hyang Su-Umbi = Dayang Sumbi ) putra dari Sang Hyang Watu Gunung Ratu Agung Manikmaya yang lebih dikenal sebagai Aji Tirem ( Aki Tirem ) atau Aji Saka Purwawisesa. Inti ajaran Prabhu Sindhu atau Sintho (di Jepang) dan di India menjadi HINDU (Hindus) adalah ajaran 'budhi-pekerti' dan ketata-negaraan yang disebut sebagai La-Hyang Salaka Domasdan La-Hyang Salaka Nagara. ( sumber wiki )

Ajaran Sunda lebih dikenal dengan sebutan Sundayana (yana = way of  life, aliran, ajaran, agama) artinya adalah “ajaran Sunda atau kepercayaan Matahari” yang dianut oleh bangsa Galuh, khususnya di Jawa Barat.

Sundayana disampaikan secara turun-temurun dan menyebar ke seluruh dunia melalui para Guru Agung ( Guru Besar/ Batara Guru ), masyarakat Jawa-Barat lebih mengenalnya dengan sebutan Sang Guru Hyang atau dengan sebutan “Guriang” yang artinya “Guru Hyang” juga, dari cerita itu ada sambung menyambung dengan Salaka Domas, Salaka Nagara Kalimasada ( 2 kalimat shadat ), dst... heheh masi di cari juga belon ada di wiki euy.. yu sama sama cari sejarahnya.

Inti dari ajaran Sunda adalah “welas-asih” atau cinta-kasih, dalam bahasa Arab-nya disebut “rahman-rahim”, sebab adanya rasa welas-asih ini yang menjadikan seseorang layak disebut sebagai manusia. Artinya, dalam pandangan kepercayaan Sunda ( bangsa Galuh ) jika seseorang tidak memiliki rasa welas-asih maka ia tidak layak untuk disebut manusia, lebih tepatnya sering disebut sebagai Duruwiksa ( Buta ) mahluk biadab.

Sundayana terbagi dalam tiga bidang ajaran dalam satu kesatuan utuh yang tidak dapat dipisah ( Kemanunggalan ) yaitu;
  1. Tata-Salira/ Kemanunggalan Diri; berisi tentang pembentukan kualitas manusia yaitu, meleburkan diri dalam “ketunggalan” agar menjadi “diri sendiri” (si Swa) yang beradab, merdeka dan berdaulat atau menjadi seseorang yang tidak tergantung kepada apapun dan siapapun selain kepada diri sendiri.
  2. Tata-Naga-Ra/ Kemanunggalan Negeri; yaitu memanunggalkan masyarakat/ bangsa (negara) dalam berkehidupan di Bumi secara beradab, merdeka dan berdaulat. Pembangunan negara yang mandiri, tidak menjajah dan tidak dijajah.
  3. Tata-Buana/ Kemanunggalan Bumi; ialah kebijakan universal ( kesemestaan ) untuk memanunggalkan Bumi dengan segala isinya dalam semesta kehidupan agar tercipta kedamaian hidup di Buana.
Sesuai dengan bentuk dan dasar pemikiran ajaran kepercayaan Matahari sebagai sumber cahaya maka tata perlambangan wilayah di sekitar Jawa-Barat banyak yang mempergunakan sebutan “Ci” yang artinya “Cahaya”, dalam bahasa India disebut sebagai deva/ dewa ( cahaya ) yaitu pancaran ( gelombang ) proton yang lahir dari Matahari berupa warna-warna. Terdapat lima warna cahaya utama ( Pancawarna ) yang menjadi landasan filosofi kehidupan bangsa Galuh penganut ajaran Sunda :
  1. Cahaya Putih   di timur disebut Purwa, tempat Hyang Iswara.
  2. Cahaya Merah  di selatan disebut Daksina, tempat Hyang Brahma.
  3. Cahaya Kuning  di barat disebut Pasima, tempat Hyang Mahadewa.
  4. Cahaya Hitam  di utara disebut Utara, tempat Hyang Wisnu.
  5. Segala Warna  Cahaya di pusat disebut Madya, tempat Hyang Siwa.
Lima kualitas “Cahaya” tersebut sesungguhnya merupakan nilai “waktu” dalam hitungan “wuku”. Kelima wuku (wuku lima) tidak ada yang buruk dan semuanya baik, namun selama ini Sang Hyang Siwa (pelebur segala cahaya/ warna) telah disalah-artikan menjadi “dewa perusak”, padahal arti kata “pelebur” itu adalah “pemersatu” atau yang meleburkan atau memanunggalkan. Jadi, sama sekali tidak terdapat ‘dewa’ yang bersifat merusak dan menghancurkan. Mungkin nyambung ga ya dari sini juga adanya perintah Shalat 5 Waktu... mengapa harus 5 ?? ( jangan 100% percaya teliti ajah sendiri ... ini hanya pendapat saya doang ).
“Ajaran Sunda” dalam cerita pewayangan dilambangkan dengan Jamparing Panah Chakra, yaitu ‘raja segala senjata’ milik Sang Hyang Wisnu yang dapat mengalahkan sifat jahat dan angkara-murka, tidak ada yang dapat lolos dari bidikan Jamparing Panah Chakra.

- Jamparing = Jampe Kuring

- Panah = Manah = Hati (Rasa Welas-Asih)

- Chakra atau Cakra = Titik Pusaran yang bersinar / Roda Penggerak Kehidupan (‘matahari’).

- Secara simbolik gendewa (gondewa) merupakan bentuk bibir yang sedang tersenyum.
Panah Chakra di Jawa Barat biasa disebut sebagai “Jamparing Asih” maksudnya adalah “Ajian Manah nu Welas Asih” ( ajian hati yang lembut penuh dengan cinta-kasih ). Maksud utama dari Jamparing Panah Chakra atau Jamparing Asih itu ialah “ucapan yang keluar dari hati yang welas asih dapat menggerakan roda kehidupan yang bersinar”. Keberadaan Panca Dewa kelak disilib-silokakan ( dilambangkan ) ke dalam kisah “pewayangan” dengan tokoh-tokoh baru melalui kisah Ramayana ( Ajaran Rama ) serta kisah Mahabharata pada tahun +/-1500 SM.
Yudis-ti-Ra, Bi-Ma, Ra-ju-Na, Na-ku-La, dan Sa-Dewa. Kelima cahaya itu kelak dikenal dengan sebutan “Pandawa” singkatan dari “Panca Dewa” ( Lima Cahaya ) yang merupakan perlambangan atas sifat-sifat kesatria negara. Istilah “wayang” itu sendiri memiliki arti “bayang-bayang”, maksudnya adalah perumpamaan dari kelima cahaya tersebut.

http://www.belida.com/religi/2012/03/18/178/sunda-itu-adalah-su-na-da-distorsi-sejarah-dalam-perjalanan-waktu

1 komentar:


EmoticonEmoticon