Sunda berasal dari kata Su = Bagus/ Baik, segala sesuatu yang mengandung
unsur kebaikan, orang Sunda diyakini memiliki etos/ watak/ karakter
Kasundaan sebagai jalan menuju keutamaan hidup. Watak / karakter Sunda
yang dimaksud adalah cageur (sehat), bageur (baik), bener (benar),
singer (mawas diri), dan pinter (pandai/ cerdas) yang sudah dijalankan
sejak jaman Salaka Nagara sampai ke Pakuan Pajajaran, telah membawa
kemakmuran dan kesejahteraan lebih dari 1000 tahun.
Sunda
merupakan kebudayaan masyarakat yang tinggal di wilayah barat pulau Jawa
namun dengan berjalannya waktu telah tersebar ke berbagai penjuru
dunia. Sebagai suatu suku, bangsa Sunda merupakan cikal bakal berdirinya
peradaban di Nusantara, di mulai dengan berdirinya kerajaan tertua di
Indonesia, yakni Kerajaan Salakanagara dan Tarumanegara. Sejak dari awal
hingga kini, budaya Sunda terbentuk sebagai satu budaya luhur di
Indonesia. Namun, modernisasi dan masuknya budaya barat lambat laun
mengikis keluhuran budaya Sunda, yang membentuk etos dan watak manusia
Sunda.
Makna kata Sunda sangat luhur, yakni cahaya, cemerlang,
putih, atau bersih. Makna kata Sunda itu tidak hanya ditampilkan dalam
penampilan, tapi juga didalami dalam hati. Karena itu, orang Sunda yang
'nyunda' perlu memiliki hati yang luhur pula. Itulah yang perlu dipahami
bila mencintai, sekaligus bangga terhadap budaya Sunda yang
dimilikinya.
Setiap bangsa memiliki etos, kultur, dan budaya yang
berbeda. Namun tidaklah heran jika ada bangsa yang berhasrat menanamkan
etos budayanya kepada bangsa lain. Karena beranggapan, bahwa etos dan
kultur budaya memiliki kelebihan. Kecenderungan ini terlihat pada etos
dan kultur budaya bangsa kita, karena dalam beberapa dekade telah
terimbas oleh budaya bangsa lain. Arus modernisasi menggempur budaya
nasional yang menjadi jati diri bangsa. Budaya nasional kini terlihat
sangat kuno, bahkan ada generasi muda yang malu mempelajarinya.
Kemampuan menguasai kesenian tradisional dianggap tak bermanfaat. Rasa
bangsa kian terkikis, karena budaya bangsa lain lebih terlihat
menyilaukan. Kondisi memprihatinkan ini juga terjadi pada budaya Sunda,
sehingga orang Sunda kehilangan jati dirinya.
Untuk menghadapi
keterpurukan kebudayaan Sunda, ada baiknya kita melangkah ke belakang
dulu. Mempelajari, dan mengumpulkan pasir mutiara yang berserakan selama
ini. Banyak petuah bijak dan khazanah ucapan nenek moyang jadi
berkarat, akibat tidak pernah tersentuh pemiliknya. Hal ini disebabkan
keengganan untuk mempelajari dengan seksama, bahkan mereka beranggapan
ketinggalan zaman. Bila dipelajari, sebenarnya pancaran etika moral
Sunda memiliki khazanah hikmah yang luar biasa. Hal itu terproyeksikan
lewat tradisinya. Karena itu, marilah kita kenali kembali, dan menguak
beberapa butir peninggalan nenek moyang Sunda yang hampir.
Ada
beberapa etos atau watak dalam budaya Sunda tentang satu jalan menuju
keutamaan hidup. Selain itu, etos dan watak Sunda juga dapat menjadi
bekal keselamatan dalam mengarungi kehidupan di dunia ini. Etos dan
watak Sunda itu ada lima, yakni cageur, bageur, bener, singer, dan
pinter yang sudah lahir sekitar jaman Salakanagara dan Tarumanagara. Ada
bentuk lain ucapan sesepuh Sunda yang lahir pada abad tersebut. Lima
kata itu diyakini mampu menghadapi keterpurukan akibat penjajahan pada
zaman itu. Coba kita resapi pelita kehidupan lewat lima kata itu. Semua
ini sebagai dasar utama urang Sunda yang hidupnya harus 'nyunda',
termasuk para pemimpin bangsa.
Cara meresapinya dengan memahami
artinya. Cageur, yakni harus sehat jasmani dan rohani, sehat berpikir,
sehat berpendapat, sehat lahir dan batin, sehat moral, sehat berbuat dan
bertindak, sehat berprasangka atau menjauhkan sifat suudzonisme. Bageur
yaitu baik hati, sayang kepada sesama, banyak memberi pendapat dan
kaidah moril terpuji ataupun materi, tidak pelit, tidak emosional, baik
hati, penolong dan ikhlas menjalankan serta mengamalkan, bukan hanya
dibaca atau diucapkan saja. Bener yaitu tidak bohong, tidak asal-asalan
dalam mengerjakan tugas pekerjaan, amanah, lurus menjalankan agama,
benar dalam memimpin, berdagang, tidak memalsu atau mengurangi
timbangan, dan tidak merusak alam. Singer, yaitu penuh mawas diri bukan
was-was, mengerti pada setiap tugas, mendahulukan orang lain sebelum
pribadi, pandai menghargai pendapat yang lain, penuh kasih sayang, tidak
cepat marah jika dikritik tetapi diresapi makna esensinya. Pinter,
yaitu pandai ilmu dunia dan akhirat, mengerti ilmu agama sampai ke
dasarnya, luas jangkauan ilmu dunia dan akhirat walau berbeda keyakinan,
pandai menyesuaikan diri dengan sesama, pandai mengemukakan dan
membereskan masalah pelik dengan bijaksana, dan tidak merasa pintar
sendiri sambil menyudutkan orang lain.
http://budayasundadiindonesia.blogspot.co.id/2010/03/dupaya-kita-dalam-melestarikan-budaya.html
EmoticonEmoticon